Dalam pemeriksaan fisis selain keadaan umum, tanda-tanda vital, serta pemeriksaan system lainnya, penilaian tingkat kesadaran merupakan hal yang paling penting terutama pada pasien-pasien yang mengalami gangguan pada system persyarafan.
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan mellihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, audio maupun taktil. Orang yang sadar dapat tertidur, tapi segera bangun dengan rangsangan. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan menggunakan rangsangan nyeri. Adapun tingkat kesadaran terdiri dari :
Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap diri maupun lingkungan. Pasen dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
Apatis, yaitu keadaan dimana pasien tampak segan dan tak acuh terhadap lingkungannya.
Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motoric dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-ronta.
Somnolen (letargia, obtundasi, hypersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih dengan rangsangan, tetapi bila rangsangan berhenti, pasien tertidur kembali.
Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat, misanya nyeri, tetapi pasen tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
Semi-koma (koma ringan), yaitu penuruna kesadaran yang tidak memberikan respon terhhadap rangsangan verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi reflek (pupil dan kornea) masih baik. Respon terhadap nyeri tidak adekuat.
Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon rangsangan nyeri.
Pemeriksaan kesadaran dapat dinilai dengan parameter skala koma Glasgow (GCS) sebagai berikut:
Membuka Mata
|
Nilai
|
Respon Verbal
|
Nilai
|
Respon Motorik
|
Nilai
|
Spontan
|
4
|
Baik, taka da disorientasi
(dapat menjawab dengan kalimat yang baik)
|
5
|
Menurut perintah
|
6
|
Terhadap suara
(suruh pasein membuka mata)
|
3
|
Kacau (confused)
(dapat bicara tetapi terdapat disorientasi waktu dan tempat)
|
4
|
Mengetahui lokasi nyeri
|
5
|
Dengan rangsangan nyeri
(tekan pada saraf supraobita atau kuku jari)
|
2
|
Tidak tepat
(dapat mengucapkan kata-kata tetapi tidak berupa kalimat, dan tidak tepat)
|
3
|
Reaksi menghindar
|
4
|
Taka da reaksi
(dengan rangsangan nyeri)
|
1
|
Mengerang
(tidak mengucapkan kata, hanya mengerang)
|
2
|
Reaksi fleksi (dekortikasi)
(rangsangan memberikan respon fleksi siku)
|
3
|
Taka da jawaban
|
1
|
Reaksi ekstensi (deserrebrasi)
(rangsangan memberikan respon ekstensi pada siku)
|
2
| ||
Tak ada reaksi
(rangsangan nyeri tidak memberikan respon)
|
1
|
Referensi
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. Marcellus S, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbiatan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar